"Aku pernah loh ragu sama kamu mas, pas kita udah lamaran, dan sebulan lagi nikah"
"Ragu kenapa?" Tanya nya sambil terus memperhatikan layar HP, sibuk mengetik chat balasan yang jumlahnya belasan, belum sempat di balas seharian katanya.
"Mmmm, selama ini aku udah hidup cukup susah dengan segala permasalahan keluarga, aku struggle sendiri, aku cari uang buat jajan, buat ini dan itu sendiri, jujur capek banget waktu itu"
"Terus aku berfikir, nikah sama kamu yang belum punya pekerjaan tetap, apa gak bikin hidup ku makin ruwet ya?"
Dia tersenyum kecil, masih sibuk dengan HP nya.
"Tau gak? Dari dulu aku selalu bercita cita menikah sama orang kaya, yang udah punya rumah, punya mobil, aku udah hidup enak gak perlu lagi dibawa susah" Kini giliran ku yang tertawa,
"Tapi akhirnya takdir juga yang menyatukan kita ya mas"
"Aku bersyukur dari sejak gadis udah mandiri, udah terbiasa ngadepin banyak masalah, jadi setelah nikah pun udah terbiasa, terbukti kan aku gak banyak ngeluh, aku bantu cari tambahan uang buat bayar kontrakan, karena emang udah biasa dari dulu. Kamu harusnya bersyukur punya aku mas, gak banyak cewek yang mau di ajak hidup dari nol"
Dia terlihat melepaskan HP di genggaman nya, berguling memeluk ku yang sedang membaringkan diri di kasur karena lelah dengan semua aktivitas mengurus rumah, suami dan anak anak, dan malam ini sudah lega karena Syana sudah tidur , kaka nela pun sudah nyenyak di kamar nya sendiri.
"Makasih ya bunda, ayah beruntung bisa punya istri sebaik dan secantik bunda" Nadanya lebih terdengar meledek karena sambil cengengesan
Ku genggam wajahnya dengan kedua tangan ku, melihat kerutan halus di ujung matanya, kulitnya yang berubah jadi sawo matang padahal dulunya putih bersih, matanya yang lelah tanda setiap hari dia berjuang, bergelut dengan segala macam pekerjaan demi bisa memberi kehidupan yang layak dan nyaman untuk keluarga kecilnya.
"Tau gak mas? Sebenernya, aku yang lebih beruntung bisa jadi istri kamu. Gak ada satu penyesalan pun dalam diri aku sudah memilih kamu jadi pasangan aku, jadi Ayah dari anak anak aku"
"Mungkin kita sama sama beruntung ya, saling menemukan satu sama lain" Ku berikan senyum paling manis, dengan perasaan paling tulus untuk laki laki tangguh di hadapan ku.
"Bunda, anak anak udah tidur" Katanya memecah keharuan ku
"Terus?"
"He he he..." Dia ketawa ketiwi dengan wajah jahil dan manjanya, semakin erat tangannya memeluk ku.
"Aku kabur jangan?" Tanya ku polos
"Jangaann, gak akan bisa kaburr! " Ketawanya makin keras sampai nyaris membangunkan anak ke dua kami yang tertidur di samping ku.
"Sssssssssssttttttttt" Refleks kami berdua meletakan telunjuk di bibir saling mengisyaratkan dan berujung tertawa konyol bersama.